Selasa, 06 Desember 2011 | By: Choliday_21

“Rp.5000 SAJA”

“Rp.5000 SAJA”

Saat itu Nizam baru pulang dari kantor, jam sudah menunjukkan pukul 5 lebih.., dia pun dengan terburu-buru mengendarai sepeda motor untuk segera membaringkan tubuhnya di atas kasur setelah seharian berhadapan dengan ribuan elektron yang terpancar dari layar komputer. Apalagi dia sedang gajian., banyak yang telah direncanakan oleh bujangan ini.
    “SIAL..!” Dia mengumpat setelah beberapa saat kemudian ban belakang  sepeda motor yang dia kendarai bocor. Tak ada jalan lain dia pun mendorong motornya, matanya pun kini setajam elang melirik kanan kiri berharap mendapatkan tulisan “Tambal Ban” di sepanjang jalan yang cukup sepi itu. Tanpa sadar selembar uang keluar dari saku kemejanya dan melayang terbawa angin. Dengan tanpa ada niatan berhenti untuk mengambil uang yang terjatuh tak jauh darinya itu Nizam terus mendorong sepeda motor karena uang tersebut hanyalah senilai Rp.5000,- sisa membeli minuman tadi siang di kantin.


    Sudah ratusan kali kakinya melangkah sambil mendorong sepeda motor, manik-manik keringat pun mulai terlihat di dahinya. Tak lama kemudian matanya terbelalak kegirangan ketika melihat sang penolong yang dia cari yaitu tukang tambal ban. Nizam pun membawa sepeda motornya mendekat ke tukang tambal ban dan membiarkan lelaki paruh baya itu memeriksa ban sepedanya, meski Nizam tak yakin dengan keterampilan laki-laki itu karena hanya beralatkan perangkat yang sederhana, pompa anginnya pun bukan pompa kompressor melainkan pompa genjot biasa.
    “Aduuuhhhhh..., Alhamdulilah.”. terdengar dari mulut bapak itu.
    “Kenapa pak, bocornya parah yaa..?”. tanya nizam.
    “Ohh.., maaf mas bukan begitu.., sebenarnya saya tidak tahu apa yang harus saya ucapkan pada Tuhan saat menemui orang-orang seperti mas ini yang harus berlelah mendorong motor karena kebocoran ban.., sementara disamping semua itu sebagai tukang tambal ban yang menjadi satu-satunya profesi. Saya hanya bisa mendapatkan uang dari pekerjaan ini bila ada orang yang terkena musibah seperti mas.., hal ini menjadikan dilema bagi saya, haruskah saya bersyukur atas musibah yang dialami orang lain..”. jelas bapak itu panjang lebar.
    “ooh begitu ya”. Nizam tak terlalu menanggapi apa yang dikatakan bapak itu, karena menurutnya semua perkataan itu hanyalah kebohongan besar dari masyarakat seperti dia untuk mengharap belas kasih yang berlebih dari orang lain.
    “Nama mas siapa.., dari mana tadi bocornya mas.., jauh ya..?”. mencoba mengakrabkan diri.
    “Saya Nizam.., Lumayan jauh Pak”. Tanggap Nizam malas meladeni pembicaraan lelaki itu.
    “Pasti masnya kelelahan.., di tas itu ada sebotol air, kalo masnya haus bisa untuk minum.” Sambil menunjuk ke arah tas di samping Nizam yang sedang duduk.
    Awalnya nizam tidak mau, namun karena lelah dan haus yang mendesak akhirnya dia menengok ke dalam tas itu. Terlihat sebotol air bertuliskan “AQUA”. Langsung saja dia minum. “Bjuuuuhhh..!”. nizam memuntahkan sebagian air di mulutnya yang masih belum tertelan. Lidahnya merasa aneh dengan dengan rasa air minum itu.
    “Air apa ini pak.., rasanya aneh?”. nizam menggumal.
    “Air minum saya Mas, air yang dimasak istri saya.., tidak mungkin tukang tambal ban seperti saya meminum air mineral yang dijual itu”. Jawabnya menatap Nizam dan tersenyum ringan. Sementara Nizam hanya terdiam kesal.
    “Ini Mas, bannya sudah saya tambal dan tak bocor lagi”
    Nizam segera berdiri menghampiri “Berapa Pak.?”. tanya Nizam.
    “Lima ribu mas”. Jawabnya
    Nizam segera melihat dompetnya, namun tak ada uang pecahan Rp.5000,-.., hanya uang pecahan Rp.100.000 karena dia baru saja gajian. Sesaat teringat olehnya saat uang pecahan Rp.5000 tadi terjatuh dari sakunya. Segera, Nizam memberikan uang pecahan Rp.100.000,- pada bapak itu.
    “Waahhh.., tak ada uang pas mas.., kalo uang sebesar ini mah baru hari ini saja saya megangnya mas..”. tanggap bapak itu.
    “Uang pas gimana pak..,, gak ada pak.., memangnya bapak tak ada kembalian..?”.
    “Sama sekali tidak ada mas.., mas Nizam adalah pengguna jasa pertama saya hari ini.., lagian meskipun mas bukan yang pertama.., penghasilan saya tak mungkin cukup untuk kembalian uang sebesar ini..”. tegasnya.
    “Laluu..., apa bapak tak membawa uang cadangan untuk kembalian dari rumah..?”
    “Maaf mas.., dari mana saya dapat membawa uang mas.., dengan penghasilan yang seperti ini semua hanya untuk makan mas.., penghasilan hari ini untuk makan keluarga saya besok, dan penghasilan besok untuk makan keluarga saya lusa,, begitu seterusnya Mas”. Jelas bapak itu lagi-lagi sambil tersenyum.
    Karena tak tahu dengan solusi apa lagi, karena terburu-buru ingin segera sampai di kos-kosan, dan karena kesal dengan alasan-alasan bapak itu yang lagi-lagi menurut Nizam hanyalah kepalsuan yang berharap belas kasih. Akhirnya Nizam menyerahkan uang Rp.100.000 tersebut ke tukang tambal ban itu dan langsung memacu sepeda motor meninggalkan bapak itu yang berteriak memanggil-manggil Nizam yang mulai jauh.
    Sesampainya di kosan, nizam masih kesal dengan tukang tambal ban itu.
    “Emang dasar orang itu.., bilang saja kalo ingin uang lebih.., malah pake berbohong bilang ga punya kembalian lahh.., ini lahh.., itu lahh.., dasar tukang tambal ban”. Nizam mengumpat.
    Satu minggu pun telah berlalu. seperti biasa Nizam selalu tepat waktu sampai di kantor sambil masih menata rapi meja kerjanya dan langsung mulai bekerja. Disela pekerjaannya seorang rekan kerja di samping Nizam baru tiba.
    “Keasikan nonton bola ya broo semalem, sampe setelat ini..??”. gurau Nizam.
    “Bukan broo.., tadi ban motorku bocor..., untung aja bocornya deket sama tukang tambal ban.., oia Nizam tadi aku terheran-heran kok tukang tambal ban itu kenal sama kamu yaa., tiba-tiba dia menanyakan nama kamu ketika melihat seragamku.., bapak itu juga menitipkan lipatan kertas ini buat kamu.., Nih..”. menjulurkan lipatan kertas tersebut.
    Tak luput lagi, Nizam menduga lipatan kertas yang tebal itu pasti dari tukang tambal ban yang membuatnya kesal beberapa waktu lalu. Langsung saja dia buka kertas kusut itu dan ternyata berisi sejumlah uang pecahan Rp.10.000 dan Rp.5000.., namun perhatian Nizam kini tertuju pada tulisan di kertas itu...”Maaf mas uang ini baru sampai di mas setelah beberapa hari saya simpan di kantong saya.., setiap hari saya tanyakan nama mas Nizam pada orang yang kena musibah kebocoran ban seperti mas dulu, namun baru hari ini saya bisa mengembalikan setelah saya bertemu mas Cipto yang ternyata teman sekantor mas Nizam.., silahkan hitung dulu mas, uang dalam lipatan ini kembalian dari uang yang mas Nizam bayar beberapa waktu lalu.,, jumlahnya Rp.95.000,-.., sekali lagi maaf dan terimakasih mas... dari---‘Karto’-”
    Setelah membaca tulisan itu Nizam merasa salah besar dengan apa yang telah dia lakukan pada tukang tambal ban itu. Dia telah salah menilai seorang lelaki yang berjiwa besar dan penuh kejujuran itu. Kini dia malu akan dirinya sendiri yang selalu merasa berada di tingkat yang tinggi hingga menilai hal-hal kecil tak berarti padahal tak akan ada hal besar bila tak pernah ada hal kecil. Nizam tertunduk menyesali semuanya.
    “Oia Zam, bapak itu sepertinya juga menuliskan sesuatu di kertas itu karena tadi beliau sempat meminjam bolpoinku”. Suara Cipto dari meja kerjanya.

0 komentar:

Posting Komentar