Selasa, 06 Desember 2011 | By: Choliday_21

Seperti Balon Itu

Seperti Balon Itu

Usia pernikahan kami telah memasuki tahun yang ke 10, bahtera pernikahan yang kudayung bersama suamiku sejak aku berusia 24 tahun ini telah dianugerahi buah hati yang sangat aku cintai. Mas Agung adalah seorang pegawai di salah satu bank di Surabaya. Masa perkenalan kami dulu hanyalah satu minggu karena kami sama-sama dijodohkan oleh orang tua kami, namun sejak saat itu pun aku sudah bisa menyukai dan mencintai mas Agung yang terlihat lembut dan penyabar, bahkan rasa kagumku padanya melebihi perasaan lain yang mencoba mendesakku.


Awal pernikahan, aku sangat memimpikan kesan dan suasana yang romantis sebagai pengantin baru. Namun Mas Agung terlihat biasa-biasa saja, tak ada ungkapan ekspresif cintanya padaku.., sementara aku adalah wanita yang sangat mendambakan ungkapan rasa cinta dengan ucapan ataupun sentuhan-sentuhan mesra kepadaku., kering hati ini, semuanya tak kudapatkan saat itu. Bahkan untuk sebuah ucapan “sayang” dan ”cinta” pun tak jua hadir dalam penantian inginku, mas Agung benar-benar lelaki tanpa ekspresif bahkan aku menilainya terlalu lembut untuk seorang lelaki sehingga memperlakukanku hanya layaknya nasabah di bank, dengan gesture dan bahasa yang formal. Hari-hariku sebagai istri tak lebih dari sebatang pohon kering yang tak henti-hentinya mendambakan hujan. Sering aku memulai untuk menciptakan suasana romantis itu, kuceritakan impianku untuk menggandeng mesra tangannya dan berjalan di taman bersama anak-anak kami nanti, namun tak ada tanggapan darinya, hanya tersenyum aneh dan mengercitkan alis tipisnya. Dia tetap saja begitu. Rasa kagumku pun mulai berbungkus kekecewaan kala itu, bahkan penyesalan menikah dengannya sesaat muncul dalam pikirku..
Hari-hari pun berlalu, semakin hari dia semakin dekat denganku. Menginjak usia pernikahan yang ke 5 aku pun mulai dikejutkan dengan merasakan angin segar ungkapan cintanya., dia mulai tunjukkan indahnya roman-roman cinta. Mas Agung yang biasanya memanggilku dengan “Adik” kini mulai menggetarkanku dengan panggilan “sayang”..
“Sayangku, suamimu sangat lelah., buatkanlah segelas teh yang semanis dirimu..”. itulah kata sayang pertama yang secara tiba-tiba dia sampaikan padaku saat baru pulang kerja, pun dengan nada yang memanja. Aku begitu kegirangan mendengarnya sampai-sampai meminta mas Agung mengulang ucapannya dan dia pun mengulangi hingga 3 kali. Aku merasa seperti satu bintang terindah yang dia petik diantara ribuan lainnya. Aku sangat bahagia. Sang pangeran semakin sayang padaku. Kami pun  akhirnya diberkahi seorang anak laki-laki. Bertambahlah kebahagiaan ini.
Setiap hari tak henti-hentinya Mas Agung membuatku tak berdaya dengan perasaan sayang dan cinta ini. dia menjadi pria yang sangat puitis.
Ketika itu aku sedang bermanja-manja dengan Mas Agung, aku bergelayutan di bahunya yang kekar. Di sela-sela kemesraan kami aku tanyakan padanya karena aku sangat berharap muncul rangkaian kata puitis dan romantis saat mas Agung menjawab pertanyaanku..
“Sayangg,,,,,, kamu...,, lihatlah diriku...,, usiaku sudah tidak muda lagi.., aku sudah 33 tahun.., bila kau perhatikan wajahku,,, mulai terlihat guratan-guratan keriput di tepian mata ini.., apakah di usiaku yang terus bertambah dan diriku yang tak sekencang saat-saat dulu ini.., rasa sayangmu padaku akan tetap seperti saat ini, Suamiku..?”. aku sangat berharap rangkaian kata indah yang berujung kata IYA bersenandung dari ucapnya.
Namun kecut hati ini kala itu.,., setelah mendengar pertanyaanku Mas Agung segera berdiri melepas genggamanku di bahunya dan berkata dengan hambarnya..
“Kau tidak perlu berharap sampai bertahun-tahun, esok pun rasa sayang ini TIDAK akan sama seperti saat ini, Maria”. Mas Agung memanggilku dengan MARIA untuk pertama kalinya.
Betapa hancurnya hati ini mendengar ucapan Mas Agung yang segera meninggalkanku ke dalam kamar. Berharap wanginya hujan namun petir yang datang menyambar.., aku menangisi kekecewaan terhadap mas Agung sambil sesenggukan, aku pun tak tahu bagaimana menilai kemesraan yang selama ini dia berikan padaku. Malam itu hatiku marah besar. Beberapa kali dengan sengaja aku tidak menyahut saat mas Agung memanggilku meskipun kami berada di satu ranjang. Tempat itu pun terasa panas malam itu dengan kemarahanku.
Menggemborkan emosi di alam tidur membuatku harus dibangunkan jam waker yang diletakkan mas agung di sampingku, jam 06:00 aku lihat.., aku pun terjaga dan tanpa sengaja melihat sebuah balon di dekat jam waker itu dengan sebuah kertas bertuliskan “Istrikuuu sayangg, kumohon tiuplah balon ini sekuat dirimu”.
Kulihat ada gulungan kertas di dalam balon itu. Aku pun dengan merasa penasaran dan sedikit aneh meniup balon sekuat tenaga layaknya anak kecil. Tiupan udara pertama pun telah masuk ke dalam balon itu, lama-lama balon itu pun semakin besar sementara aku terus meniupnya hingga balon itu telah mampu menutupi seluruh wajahku. akhirnya balon itu pun meletus dan gulungan kertas pun keluar. Tak kusangka kertas itu berisi tulisan dari Mas Agung.
“Istriku sayangg, Maria.., semalam aku tulis surat ini tepat di sampingmu yang sedang tertidur pulas.., semalam kedua mataku begitu dekat menelusuri setiap garis wajahmu.., benar katamu, wajahmu tak lagi kencang seperti dulu, mataku memberitahuku bahwa mulai muncul kerut wajah di tepian mata dan pipimu, namun perlu engkau tahu kamu tetaplah wanita terindah bagiku hingga semalaman aku pun tak mampu menahan untuk tiga kali mencium keningmu yang licin itu”. Aku yang masih  menyimpan amara pun mulai tersenyum sambil mengelus keningku.
“Sayangg.., kutahu hatimu sedang terbakar karena ucapanku kemarin.., maafkan aku..., karena memang begitu adanya sayangg.., bukankah sudah kau tiup balon ini..?,, ya seperti balon itulah rasa cinta, kasih, dan sayangku padamu..., rasa sayang yang tiap waktu tak akan pernah sama,,, semakin lama semakin membesar membesar dan semakin besar hingga kau mungkin tak akan mampu menahan letusan kasih sayangku padamu..kau pun telah merasakannya,, bukan..?”
Tak terasa tetes demi tetes air mulai membasahi kertas itu.., diiringi anggukan kecil dan senyuman mengiyakan apa yang telah dituliskan mas Agung.., kertas itu semakin basah dan tulisan mas Agung pun semakin sulit untuk aku baca namun tetap aku satukan huruf demi huruf membentuk kata dan kalimat...
“Maria..wanitaku.., saat ini aku dan anak kita Tiar sedang menunggumu di depan rumah.., segeralah kau beranjak karena kita akan segera membangun kemesraan yang lainnya.., mari kita bersama menghabiskan pagi ini dengan berjalan-jalan di taman..,, seperti apa yang telah engkau impikan dulu...inilah saat yang tepat sayangg...,-------- suamimu..’Agung’--------”
Akhirnya aku pun beranjak dari tempat tidur.., dengan perasaan dan senyuman  malu-malu karena kejadian semalam aku pun menghampiri dan menggandeng lengan suamiku yang hangat terasa..!! Aahhhh indahnya..!

www.tenagaHATI.blogspot.com
Fuad Cholidi Arifin (Choliday)

0 komentar:

Posting Komentar