Apa kabar pintu gerbang negara kita.? Wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga sudah terlalu lama menyalakan lampu kuning dan sudah sepatutnya menjadi perhatian kita. Wilayah perbatasan yang lokasinya terpencil selama ini seolah dianaktirikan terutama dari aspek Ekonomi, menyusul aspek lain seperti Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan, Politik, bahkan Ideologi. Menengok ke halaman negara tetangga, Masyarakat di daerah perbatasan seolah diperbolehkan untuk merasa iri dengan hijaunya halaman negara tetangga seperti malaysia yang bahkan lebih banyak memasok kebutuhan masyarakat kita di daerah perbatasan dari pada pasokan kebutuhan dari wilayah lain Indonesia, kesenjangan Sosial ekonomi ini setidaknya menghadirkan gambaran bahwa ada hal-hal yang perlu kita benahi.
sumber gambar : http://zone-klik.blogspot.com/ |
Gambar 1: Kondisi Jalan sepanjang 90 kilometer menuju perbatasan Indonesia-Malaysia di Sintang
sumber gambar : http://zone-klik.blogspot.com/ |
Gambar 2: Perkampungan di Malaysia, bersih dan rapi
Sebuah sistem otonomi daerah yang digadang-gadang mampu mengatasi masalah percepatan pembangunan daerah pun mulai dipertanyakan hasilnya bila melihat daerah perbatasan. Pemerintahan dengan otonomi daerah yang dinilai lebih memahami aspek-aspek percepatan pembangunan pun belum mampu menyulap daerah perbatasan menjadi lebih “nyaman” bagi masyarakat. Bila dilihat dari ketersediaan sumber daya alam (SDA), wilayah perbatasan memiliki potensi besar dan strategis untuk menjadi lebih maju dan berkembang terutama di bidang sosial ekonomi.
Peran DJBC
Diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 memberikan kita titik terang bagaimana kita akan memoles daerah perbatasan menjadi lebih baik. Apabila selama ini arah kebijakan pembangunan kewilayahan cenderung berorientasi ’inward looking’ sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan negara, kini arah kebijakan berorientasi outward looking sehingga kawasan perbatasan dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga, dengan demikian kawasan perbatasan kedepan tidak hanya stagnan dengan perdagangan tradisional oleh pelintas batas saja melainkan menjadi pintu perdagangan secara internasional. Konsekuensi atas kondisi tersebut adalah sebuah peran protagonis yang harus dijalankan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai institusi yang bertugas mengawasi dan melayani aktifitas perdagangan Internasional. Peran protagonis di sini sesuai dengan Tugas dan Fungsi DJBC yang dituntut untuk bisa berperan aktif di kawasan perbatasan Indonesia demi meningkatkan aspek sosial ekonomi masyarakat di perbatasan. DJBC harus mampu menyajikan fungsi Customs Service (Industry Assistance, Trade Facilitator) dan Customs Control (Community Protector, Revenue Collector) yang menjadi acuan tugas DJBC dalam melindungi ekonomi Indonesia di Perbatasan Negara.
Sumber gambar: http://kaybeeooo.blogspot.com/ |
Menjadi pintu perdagangan internasional, kawasan perbatasan akan menjadi wilayah yang rawan terhadap praktik penyelundupan (smuggling) dari dan ke wilayah negara kita. Kita tidak bisa terus-menerus hanya diam melihat satu persatu kekayaan alam kita diselundupkan ke negara tetangga atau pun barang-barang terlarang diselundupkan ke negara kita, bicara tentang penyelundupan yang menjadi modus utama dalam menghilangkan hak-hak negara di daerah perbatasan artinya kita sedang membicarakan seorang oknum yang mempunyai itikad tidak baik melakukan penyelundupan, sementara sebagian besar yang terlibat dalam sebuah upaya penyelundupan adalah masyarakat kita sendiri. Kita harus mampu mempelajari sebab adanya itikad tidak baik untuk menyelundupkan barang tersebut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan petugas DJBC di kawasan perbatasan untuk melindungi perekonomian kawasan perbatasan:
1. Pengawasan dan Pelayanan yang Optimal
Para petugas DJBC di kawasan perbatasan sudah saatnya untuk tidak berpikir “ahhh, ini Cuma kantor kecil di wilayah terpencil” sehingga dalam melaksanakan tugas kurang “greget” dan tidak mengedepankan tugas pokok dan fungsi DJBC. Sebenarnya bila kita lihat dari objek pengawasan tidaklah berbeda antara KPPBC Soekarno Hatta atau Juanda dengan misalnya KPPBC Entikong yaitu orang yang datang dari luar daerah pabean menuju daerah pabean Indonesia. Seperti halnya di Juanda atau Soekarno Hatta para pelintas batas harusnya diperlakukan sama yaitu sebagai orang-orang yang datang dari luar negeri. Pengawasan yang dilakukan harus sama ketatnya yaitu dengan metode pengawasan seperti tingkah laku, sikap, barang-barang yang dibawa dan hal-hal lainnya yang perlu dicurigai, setiap pelintas batas perlu dicurigai tentunya dengan asas mitigasi risiko.
2. Pengembangan dan modernisasi Pos Lintas Batas
Penambahan Pos Lintas Batas di sepanjang kawasan perbatasan akan mempersempit ruang untuk melakukan penyelundupan, selain itu dukungan teknologi tidak dapat dipungkiri dapat meningkatkan pengawasan dan pelayanan di kawasan perbatasan, sebuah sistem yang computerized dan peralatan canggih seperti X-ray serta penambahan anjing pelacak sangat membantu pelayanan proses perdagangan dan pengawasan/pengamanan hak-hak negara.
3. Penyamaan Integritas dengan Instansi lain
Instansi yang bertugas melindungi masyarakat dan mengamankan hak-hak negara pada kawasan perbatasan bukan hanya Bea Cukai melainkan beberapa Instansi lain seperti Imigrasi, Karantina, dan Keamanan. Sebagai instansi yang melayani dan mengawasi objek yang sama perlu adanya penyamaan integritas tiap-tiap instansi tersebut sehingga semua instansi tersebut benar-benar melakukan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada. Adanya penyimpangan integritas dari salah satu instansi tersebut akan menjadi celah besar bagi oknum penyelundup untuk meloloskan barang selundupan.
4. Pendekatan terhadap Masyarakat
Kawasan perbatasan yang terisolir dan bahkan lebih sering berkomunikasi dengan masyarakat negara tetangga dari pada masyarakat di daerah terdekat lainnya tidak menutup kemungkinan mengakibatkan mulai lunturnya rasa cinta tanah air mereka, apalagi pendidikan belum menjadi salah satu prioritas masyarakat. Hal itulah yang membuat mereka akhirnya memiliki itikad tidak baik untuk menyelundupkan kekayaan negara sendiri ke negara tetangga. Melihat kondisi tersebut perlu kiranya DJBC bersama pemerintah daerah untuk melakukan pendekatan ke masyarakat. Seperti daerah terpencil pada umumnya mereka lebih patuh pada hukum adat dibandingkan hukum negara itu sendiri, disinilah kita melihat kesempatan besar untuk “memperbaiki” pola pikir mereka, kita dapat melakukan pendekatan terhadap ketua adat atau orang yang dituahkan dalam adat mereka agar menghimbau masyarakat akan betapa pentingnya mencintai dan merasa memiliki SDA yang ada di daerah tersebut, hal yang lebih baik lagi apabila pelanggaran-pelanggaran yang merusak SDA daerah seperti illegal logging dan penyelundupan dapat dimasukkan dalam hukum adat mereka. Selain pendekatan terhadap ketua adat, kita juga perlu untuk turun langsung memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
Beberapa langkah di atas adalah Tugas DJBC bersama instansi-instansi terkait untuk mengamankan hak-hak negara dan pemberian pelayanan terhadap arus perdagangan khususnya di kawasan perbatasan. Sementara, untuk menunjang perkembangan ekonomi di daerah perbatasan kita tetap membutuhkan peran serta pemerintah untuk menghidupkan aktifitas ekonomi kawasan perbatasan, bila selama ini kawasan perbatasan seolah menutup diri, kini saatnya kawasan perbatasan untuk terbuka sehingga arus perekonomian dengan wilayah kota atau daerah lainnya kembali terjalin. Hal lain yaitu pembinaan keterampilan dan pendidikan masyarakat, sehingga untuk jangka panjang pemerintah dapat memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan SDA daerah menjadi komoditi penting dalam perdagangan, bahkan dapat menjadi komoditi ekspor. Hal tersebut tentunya harus diawali dengan adanya akses yang baik ke kawasan perbatasan, baik berupa akses transportasi, Informasai dan komunikasi.
Kini bukan saatnya kita hanya bisa berharap, tapi keyakinan bahwa kita dan mereka masyarakat di kawasan perbatasan bisa melakukannya untuk mangawali pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan. KITA BISA..!!!
1 komentar:
According to Stanford Medical, It's really the SINGLE reason this country's women get to live 10 years more and weigh an average of 19 KG lighter than us.
(And by the way, it has absolutely NOTHING to do with genetics or some secret-exercise and EVERYTHING about "HOW" they eat.)
P.S, I said "HOW", not "what"...
TAP this link to see if this quick test can help you find out your true weight loss possibility
Posting Komentar