Sabtu, 09 April 2016 | By: Choliday_21

Bagaimana Menyikapi Pinjaman Luar Negeri

Judul                     : Bangun Infrastruktur, Menteri Jokowi Rapat Pinjaman Luar Negeri
Sumber                  : Liputan6.com
Tanggal                 : 27 Feb 2015

Liputan6.com, Jakarta - Seabrek program pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mulai dari pertanian hingga kemaritiman membutuhkan anggaran signifikan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, pemerintah mengalokasikan pagu belanja infrastruktur sebesar Rp 290 triliun.
Untuk menambah atau menutup anggaran infrastruktur, pemerintah Jokowi membutuhkan pinjaman luar negeri. Dari catatan Kementerian Keuangan, utang pemerintah pusat per Januari 2015 mencapai Rp 2.700 triliun.
Hari ini (27/2/2015), sejumlah menteri Jokowi menggelar rapat koordinasi (rakor) pinjaman luar negeri. Dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Rencananya juga dihadiri Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan lainnya.
"Bahas bluebook. Di Kementerian Pekerjaan Umum butuh pinjaman untuk proyek jalan tol, air minum, bendungan dan irigasi (infrastruktur dasar)," jelas Basuki.
Sekadar informasi, Utang pemerintah pusat hingga periode Januari 2015 mencapai Rp‎ 2.702,29 triliun atau naik 3,7 persen dibanding posisi bulan sebelumnya Rp 2.604,03 triliun. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 25 persen.
Angka itu, dinilai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil sangat rendah bila dibandingkan negara lain yang mencatatkan rasio utang 100 persen-200 persen dari total PDB masing-masing negara.
"Rasio 25 persen itu masih sangat rendah. Apalagi jika digunakan untuk belanja produktif, jadi tidak masalah. Jangan anggap utang itu jelek karena perusahaan bisa jadi besar karena berutang," tegas dia.
Kata Sofyan, pemerintahan Jokowi akan memprioritaskan penggunaan sebagian besar utang untuk membangun infrastruktur. Seperti diketahui, pemerintah baru ambisius menggarap berbagai proyek infrastruktur dasar seperti irigasi, waduk, bendungan, jalan, sanitasi, dan sebagainya yang jarang dilirik investor swasta domestik maupun asing. (Fik/Ndw)




ANALISA INFORMASI
Setelah  memperhatikan isi informasi mass media di atas, berikut beberapa hal yang perlu kita ketahui sebagai tambahan informasi sehubungan dengan tulisan tersebut yang membahas tentang kebijakan pemerintah untuk melakukan pinjaman luar negeri:

1.       Pinjaman Luar Negeri
Bicara mengenai Pinjaman Luar Negeri, kita perlu merujuk pada Peraturan Pemerintah RI nomor 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri, Berdasarkan Peraturan tersebut Pengertian Pinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Pemerintah tidak serta merta melakukan pinjaman luar negeri, semua harus diperhitungkan dengan matang dan telah dianggarkan untuk menutup pos pembiayaan-pembiayaan tertentu dengan beberapa batasan ketentuan yang ditentukan dalam peraturan dengan memperhatikan tingkat risiko utang yang harus tetap terkendali. Alasan pemerintah melakukan pinjaman luar negeri secara general adalah untuk:
a.       membiayai defisit APBN;
b.      membiayai kegiatan prioritas Kementerian/Lembaga;
c.       mengelola portofolio utang;
d.      diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah;
e.      diteruspinjamkan kepada BUMN; dan/atau
f.        dihibahkan kepada Pemerintah Daerah.
Proses birokrasi yang dilalui sampai terbentuknya perjanjian pinjaman luar negeri melibatkan banyak sektor dalam pemerintahan karena pembiayan-pembiayaan yang dianggarkan dari pinjaman luar negeri tersebut tidak hanya pembiayaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat saja melainkan akan digunakan oleh berbagai kementerian/lembaga, BUMN dan pemerintah daerah. Berasal dari usulan perencanaan oleh setiap kementerian/lembaga, BUMN dan pemerintah daerah itulah akan didapatkan rencana pembiayaan pinjaman luar negeri. Usulan perencanaan oleh tiap kementerian/lembaga, BUMN dan pemerintah daerah juga harus telah diikuti dengan berbagai peningkatan kesiapan meliputi:
a.       rencana pelaksanaan kegiatan;
b.      indikator kinerja pemantauan dan evaluasi;
c.       organisasi dan manajemen pelaksanaan kegiatan; dan
d.      rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali, dalam hal kegiatan memerlukan lahan.
Perlu kita ketahui pula bahwa salah satu proses penting dalam melakukan pinjaman luar negeri adalah perundingan dan perjanjian. Perundingan di sini membahas mengenai ketentuan dan persyaratan Pinjaman Luar Negeri yang melibatkan melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN, dan/atau instansi terkait lainnya. Hasil perundingan sebagaimana dimaksud dituangkan dalam Perjanjian Pinjaman Luar Negeri yang ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang memuat paling sedikit:
a.       jumlah;
b.      peruntukan;
c.       hak dan kewajiban; dan
d.      ketentuan dan persyaratan.

2.       Analisa
Melihat angka utang/pinjaman luar negeri Indonesia yang memiliki besaran mencapai Rp‎ 2.702,29 triliun tersebut sekilas memang membuat mata kita terbuka lebar, belum lagi kalau dilihat oleh beberapa orang yang belum mengerti betul apa maksud, tujuan dan fungsi pinjaman luar negeri tersebut, begitu pula media yang menyediakan informasi persuasif yang langsung ditelan oleh pembaca seperti yang tercantum dalam salah satu media online, “Utang Negara Capai Rp3.303 triliun, Tiap Bayi Baru Lahir Tanggung Rp13 juta” sangat disayangkan bila berita seperti itu (dengan data yang tidak dapat diandalkan) disampaikan dalam media, dari mana angka Rp13 juta tersebut? Mereka menentukan angka tersebut dengan membagi habis utang negara dengan jumlah warga negara Indonesia.
Menyikapi pinjaman luar negeri Indonesia yang mencapai angka tersebut dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 25 persen, masyarakat seharusnya tidak terlalu reaktif dan tidak termuslihat dengan angka tersebut, karena tujuan pemerintah melakukan pinjaman luar negeri bukanlah asal-asalan, semua telah terencana melalui proses yang sistematis dan demokratif, bagaimana setiap unsur pemerintahan melalui Kementerian/Lembaga, BUMN, dan Pemerintah Daerah bersama pemerintah pusat dan DPR menyusun sebuah rencana pembiayaan yang “terencana” dan tercantum dalam setiap perumusan APBN. Terencana dimaksud adalah besaran pinjaman luar negeri tersebut telah diperhitungkan secara matematis dan sesuai dengan peraturan yaitu agar perencanaan pinjaman luar negeri tidak melebihi Batas Maksimal Pinjaman (BMP) dengan mempertimbangkan:
a.       kebutuhan riil pembiayaan;
b.      kemampuan membayar kembali;
c.       batas maksimal kumulatif utang;
d.      kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan
e.      risiko utang.
Bagaimana dengan porsi dan alokasi atas pinjaman luar negeri tersebut? Beda pemerintahan, beda pula arah kebijakannya namun tentu dengan tujuan yang sama untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Dari beberapa literatur online saya menilai bahwa terdapat perbedaan fokus pembangunan perekonomian Bapak SBY dan Bapak Jokowi, pada era Pak SBY pembangunan perekonomian dan dukungan pemerintah langsung mengarah pada sektor ekonomi, bisnis dan segmen pasar itu sendiri melalui penanaman modal pemerintah dan sebagainya, namun tentu Pemerintahan Pak SBY tidak serta merta melepas infrastruktur, terbukti dengan pembangunan beberapa infrastuktur besar seperti Jembatan Suramadu dan sebagainya, sementara pada era Jokowi perekonomian justru dibangun dengan mengutamakan ketersediaan infrastruktur yang akan mendorong kelancaran arus perekonomian itu sendiri, bagaimana dengan kondisi pasar? Fokus dengan infrastruktur bukan berarti melupakan sektor pasar, pemerintahan Pak Jokowi menjembataninya dengan fasilitas-fasilitas usaha dan penanaman modal melalui beberapa paket kebijakan yang telah dirilis. Perbedaan “gaya” tersebut secara tidak langsung mempengaruhi porsi dan alokasi pinjaman luar negeri kita, terbukti pada pemerintahan Pak Jokowi dana sebesar Rp8.631,4 miliar dari Rp29.942,9 miliar pinjaman luar negeri pada RAPBN 2016 diamanatkan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai kementerian yang bertugas dan bertanggungjawab menyediakan infrastruktur perekonomian yang menjadi fokus Pak Jokowi.

Secara umum saya rasa pemerintah telah melakukan usaha terbaik untuk membangun perekonomian Negara menjadi lebih baik secara kontinu, tentu sebagai masyarakat Indonesia kita perlu untuk mendukung langkah pemerintah untuk membangun perekonomian tersebut dengan tetap memiliki mata elang yang selalu siap mengawasi jalannya pemerintahan dalam wadah birokrasi dan mendukung netralitas lembaga-lembaga independen negara seperti BPK dan KPK untuk selalu mengawasi proses pengadaan pinjaman luar negeri ini khususnya dan proses berjalannya pemerintahan secara umum. 

0 komentar:

Posting Komentar