Sabtu, 09 April 2016 | By: Choliday_21

Hengkangnya Perusahaan Jepang

A.   INFORMASI PUBLIK
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kabar mengejutkan kembali datang dari dunia industri. Dua raksasa elektronik asal Jepang, Toshiba dan Panasonic, memutuskan menutup pabriknya di Indonesia. Pabrik yang ditutup berlokasi di Cikarang, Bekasi, dan di Pasuruan, Jawa Timur.
Kabar ini diungkap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Said Iqbal.
Said mengatakan, Toshiba akan menutup pabrik televisinya di kawasan industri EJIP Cikarang, mulai April 2016 nanti. Toshiba akan tinggal menyisakan investasinya di Indonesia berupa pabrik printer-nya yang berlokasi di Batam.
Sementara, Panasonic akan menutup pabrik lampunya Panasonic Denco, yang berlokasi di Pasuruan.
Penutupan pabrik televisi Toshiba menyebabkan 900 orang buruh berpotensi menjadi korban PHK. "Ini adalah pabrik televisi terbesar Toshiba setelah di Jepang," kata Said Iqbal saat jumpa pers di depan awak media di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (02/02/2016).
Sementara, pabrik Panasonic di Pasuruan akan membuat sekitar 600 buruh kehilangan pekerjaan. Panasonic menutup dua pabriknya, yakni Panasonic Lighting Indonesia (PLI) di Pasuruan, mulai awal Januari 2016 dan satu pabrik lain di Bekasi mulai Februari 2016.
Menurut Said, Panasonic menyisakan investasinya pada tiga pabriknya di Indonesia. Yakni, Panasonic Manufakturing Indonesia, Panasonic Energy Indonesia (memproduksi baterai) dan Panasonic Healthcare (memproduksi alat kesehatan).
Said mengingatkan Pemerintahan Jokowi bahwa keputusan dua perusahaan tersebut menutup pabriknya di Indonesia merupakan alarm negatif bagi iklim investasi di Indonesia. Sebelumnya, PT Ford Motor Indonesia (FMI) juga memutuskan hengkang dari bisnis kendaraannya di pasar Indonesia.
kabar Toshiba akan menutup pabriknya di Indonesia sudah berhembus sejak Desember 2015 lalu. Tak hanya pabriknya di Indonesia, Toshiba juga dikabarkan siap-siap menutup pabrik televisinya di negara lain.
Situs Nikkei 10 Desember 2015 melansir, Toshiba melakukan negosiasi akhir dengan calon pembeli yang berminat mengambil alih pabriknya di Indonesia. Calon pembeli yang menyatakan minatnya berasal dari Taiwan dan China.
Nilai penjualan ini diperkirakan mencapai miliaran dolar yen Jepang. Nikkei juga menulis kemungkinan Toshiba mengalihkan produksi televisinya ke pihak ketiga melalui pemberian lisensi.

B.   ANALISA INFORMASI
Tidak ada yang akan mengira Perusahaan sebesar TOSHIBA dan PANASONIC akan menutup Pabriknya di Indonesia, kedua perusahaan asal Jepang tersebut memutuskan untuk angkat kaki dari proses bisnis manufacturing di Indonesia, meskipun tidak secara total aktivias produksi perusahaan-perusahaan tersebut ditutup. Namun, hal ini sangatlah memberi dampak pada perekonomian di Indonesia baik dalam jangka pendek ataupun dalam jangka panjang. Apa dampak tutupnya perusahaan-perusahaan tersebut dan bagaimana seharusnya pemerintah bersikap? Berikut beberapa data yang dapat dijadikan ulasan dan analisa atas pengaruh tutupnya perusahaan-perusahaan tersebut terhadap perekonomian Indonesia;
1.    Alasan Penutupan Prusahaan
Memang belum ada pernyataan resmi dari kedua perusahaan tersebut terkait alasan penutupan perusahaannya di Indonesia. Namun, beberapa informasi menyatakan penutupan perusahaan bukan karena persoalan kenaikan upah tapi karena daya beli masyarakat menurun secara domestik dan global. Selain itu menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) penyebab tutupnya pabrik tersebut, salah satunya adalah produk yang kalah saing dengan Tiongkok dan rencana restrukturisasi perusahaan.
Pada perusahaan Panasonic, mereka menginginkan adanya added value ‎pada produknya sesuai dengan perkembangan zaman, produk lampu bohlam mulai digantikan dengan produk lampu light emitting diode (LED), maka Panasonic memutuskan untuk mengalihkan produksinya ke lampu LED. Tiga pabrik lampu Panasonic yang ada yaitu di Cikarang, Cileungsi dan Pasuruan akan dilebur menjadi dua pabrik yang bakal memproduksi lampu LED.

 2.    Dampak Penutupan Prusahaan
Pertama, Sudah menjadi paket sebab akibat dari penutupan perusahaan yaitu munculnya gelombang PHK, berdasarkan keterangan dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (2/1/2016) bahwa Penutupan perusahaan tersebut berdampak pada PHK setidaknya 2500 pekerja, jumlah yang cukup besar tentunya mengingat sulitnya menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi korban PHK tersebut. Hal itu akan menambah angka pengangguran di Indonesia yang saat ini sudah mencapai 7,56 juta orang pada bulan Agustus 2015 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Bertambahnya pengangguran tentunya menyebabkan pendapatan per kapita masyarakat berkurang dan dampak lanjutannya adalah menurunnya kesejahteraan masyarakat ditandai dengan daya beli masyarakat terhadap barang-barang konsumsi menurun, begitu pula dengan arus investasi masyarakat.
Kedua, Suatu kebetulan atau tidak perusahaan-perusahaan tersebut memilih untuk menutup perusahaan di Indonesia sesaat setelah perusahaan besar lainnya asal Amerika yaitu Ford Motor Indonesia menarik diri dari Indonesia. Pertanyaannya adalah, apakah luar negeri sudah tidak percaya lagi dengan iklim bisnis dan investasi di Indonesia? Sebenarnya masih hangat kita dengarkan tentang paket kebijakan Presiden Jokowi yang sudah mencapai 9 paket kebijakan, menarik kita melihat paket kebijakan ekonomi jilid II yang isinya adalah; 1. Kemudhan layanan investasi 3 jam, 2. Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat, 3. Pemerintah Tak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi, 4. Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat, 5. Insentif pengurangan pajak bunga deposito, 5. Perampingan Izin Sektor Kehutanan.
Keenam poin pada paket kebijakan ekonomi jilid II tersebut sangat terlihat betapa pemerintah kita welcome terhadap penanaman modal asing (PMA) dalam berbagai bentuk investasi. Tapi mengapa justru iklim investasi yang dibangun sedemikian rupa tersebut justru mendapat reaksi negatif dari beberapa perusahaan seperti Toshiba, Panasonic, dan Ford Motor. Pemerintah perlu mengevaluasi kembali anomali ini, karena setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah akan menjadi dasar bagi masyarakat dan investor untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi. Di sini, mungkin telah terjadi apa yang telah dikemukakan oleh Robert Lucas yaitu kebijakan pemerintah telah mempengaruhi ekspektasi investor dan yang terjadi adalah para investor justru bertindak tidak sesuai dengan yang diharapkan pemerintah karena efek samping dari kebijakan tersebut yang dinilai para investor merusak iklim bisnis mereka. Sebagai contoh, dengan keterbukaan proses investasi di Indonesia dan kerjasama yang “terlalu erat” antara Indonesia-China menyebabkan banyak barang-barang asal China yang mengalir deras ke Indonesia, hal ini mungkin dinilai sangat bagus oleh pemerintah, namun berbeda bila dilihat dari kacamata investor yang sudah lama berada di Indonesia seperti Toshiba dan Panasonic, masuknya peralatan elektronik asal China seperti handphone, laptop, televisi dan peralatan elektronik lainnya dalam jumlah yang sangat besar dan harga hampir setengah dari harga pasar yang kedua perusahaan tersebut tawarkan membuat pasar domestik kedua perusahaan tersebut loyo karena bila melihat karakteristik konsumen di Indonesia yang masih mengutamakan harga murah sehingga konsumen lebih memilih produk China tersebut.
Sebagai dampak dari menurunnya pasar domestik tersebut, akhirnya kedua perusahaan tersebut melakukan penutupan perusahaan dan mencoba merekonstruksi perusahaan dengan menciptakan produk yang memiliki nilai tambah dan bahkan bukan tidak mungkin Toshiba dan Panasonic akan mengejar pasar di negara lain seperti Vietnam yang mulai dilirik oleh banyak investor.
Ketiga, Sebagai lanjutan dari dampak yang kedua, mengingat penutupan-penutupan tersebut dilakukan oleh perusahaan yang punya nama besar hal itu akan membuat sentimen negatif dari luar negeri terhadap iklim investasi di indonesia, sehingga kebijakan yang bertujuan menarik investasi seluas-luasnya pun kurang efisien dan investor mungkin cenderung akan wait and see terlebih dahulu sampai dengan perusahaan yang masih bertahan di Indonesia dinilai memiliki keuntungan atas investasinya di Indonesia.

3.    Kritik dan Saran
Melihat dampak dari paket kebijakan ekonomi Jokowi jilid II, negara yang gencar dan paling tertarik untuk melakukan investasi besar di Indonesia adalah China, karena mereka menilai barang konsumsi hasil produksi mereka sesuai dengan karekter konsumsi masyarakat Indonesia, tercatat Dua perusahaan asal China memanfaatkan program layanan izin investasi 3 jam yang diresmikan pemerintah. Masing-masing nilai investasi yang dicatatkan oleh investor China tersebut sebesar USD 460 juta (Rp 6,21 triliun) dan USD 81,5 juta (Rp 1,1 triliun). Entah berupa kecenderungan atau tidak arah perekonomian Indonesia seolah ber-partnership dengan China yang justru membuat investor yang telah lama berada di Indonesia khawatir dengan pasar produk mereka.

Seharusnya perekonomian terbuka yang diterapkan pemerintah tetaplah harus memandang dan memperhatikan iklim investasi yang saat ini berjalan. Perlunya kualifikasi kualitas produk yang masuk dan/atau diproduksi di dalam negerimisalnya dengan menaikkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan begitu persaingan barang konsumsi di Indonesia tetap terjaga dan perusahaan-perusahaan yang telah lama berada di Indonesia merasa mendapat “perlindungan” pasar dari pemerintah. 

0 komentar:

Posting Komentar