Syukur Kita kepada Allah
Ketika sedang duduk santai di luar rumah, sambil menghabiskan es cendol yang tersisa saat berbuka puasa beberapa waktu lalu,
tiba tiba seorang kawan yang tinggal jauh di negri seberang, mengirim SMS kepada saya. Isinya pendek tapi meyakinkan. "VCD pengajiannya sudah sampai apa belum?"
Saya segera membalasnya, bahwa VCD tersebut belum sampai di tangan saya. Terlintaslah di memori otak saya, bahwa beberapa bulan yang lalu, dia juga baru saja
mengirimkan dua VCD kepada saya. Semuanya berisi tentang aktifitas ke-Islam-an dia dan kawan-kawannya di negara tempat mereka bekerja.
Tiba-tiba saya terdiam. Namun otak saya jadi tambah keras berpikir. Dia sudah mau dua kali mengirimkan sesuatu kepada saya, tapi saya belum satu kalipun membalas sesuatupun kepada dia.
Ya, saya merasa diri saya sangat keterlaluan. Saya telah banyak dibuat baik oleh orang lain tetapi kenapa tidak secepatnya membalas kebaikan itu?
Tidak hanya kepada teman yang satu ini saja, tetapi kepada beberapa sahabat yang lainpun,karena sesuatu dan lain hal, ahirnya saya belum bisa membalas
budi baik mereka. Saya baru bisa memberinya ungkapan 'terima kasih', yang kadang selalu saya iringi dengan doa kecil 'semoga kebaikan anda kepada saya akan menjadi pemberat kelak di akherat'. Baru sebatas itu saja. Rasa terima kasih saya belum bisa saya aplikasikan dalam bentuk kebendaan, atau dalam bentuk barang nyata. Ingin sekali rasanya membalas mereka, minimal seperti barang yang mereka berikan kepada saya. Namun lagi-lagi saya tersendat untuk membalasnya. Maafkan sahabat-sahabat.
Maka, apa yang telah dilakukan sahabat-sahabat saya itu, mengingatkan kepada saya ketika bangun untuk makan sahur di suatu hari. Waktu itu badan saya sangat letih setelah bekerja seharian tanpa ada istirahat. Seluruh tubuh terasa pegal semua. Dengan kekuatan yang tersisa saya bangun. Kemudian makan sahur, mengambil air wudlu, dan saya sempatkan juga untuk shalat dua rakaat. Keletihan itu baru bisa hilang setelah shalat subuh.
Pagi harinya, saya masih bisa mandi. Masih bisa menikmati matahari. Masih bisa buang air kecil, buang air besar, gigi tidak sakit, metabolisme tubuh masih berjalan sempurna, mata masih bisa untuk melihat dan segala kegiatan dan pekerjaan masih bisa saya kerjakan dengan baik di hari itu. Pendek kata saya masih diberi kesehatan. Baik fisik maupun mental.
Siapakah yang membuat saya menjadi punya kekuatan seperti itu? Siapakah yang telah berbuat sangat baik kepada saya? Siapa? Tentu jawabannya tiada lain adalah Allah SWT. Sang pemegang kehidupan ini.
Lantas, akankah saya diam setelah mengetahui bahwa saya telah diperbuat sangat baik oleh Yang Maha Agung? Akankah saya hanya mengucapkan 'terima kasih' saja tanpa ada aplikasi dari rasa terima kasih itu, seperti yang sedang saya alami dengan sahabat-sahabat saya itu?
Lagi-lagi saya disodori ilmu yang sangat tinggi dari kejadian ini semua. Bahwa Allah memang tidak membutuhkan apa-apa dari kita. Dia maha segalanya. Tapi rasa syukur kita atas segala pemberian-Nya adalah suatu kewajiban mutlak kita sebagai hamba. Syukur yang tidak hanya sebatas kata-kata. Syukur yang tidak hanya sebatas pemanis bibir dan retorika belaka. Tapi bentuk syukur yang dibarengi dengan amal kita, kerja nyata kita.
Dan Allah SWT sudah mengingatkan, bahwa siapa yang bersyukur pada-Nya, maka Allah akan menambahkan rizki pada kita. Tapi sebaliknya, siapa saja yang kufur pada-Nya, yang mengingkari segala pemberian-Nya, maka ingatlah, adzab Allah sangat pedih. Mudah-mudahan kerja kita sehari-hari, termasuk dalam bentuk syukur kita kepada Allah SWT.
Semoga Bermanfaat Untuk Menjadi Renungan Kita Bersama..Amiin
Wassalamu'alaikum..wr..wb
0 komentar:
Posting Komentar