AYAH sayang IBU sayang AYAH sayang AKU sayang AYAH-IBU
Ayah yang selalu tersenyum setiap saat.., orang yang pandai sekali menyembunyikan kekhawatiran akan diriku..., hhmmm..., but I think he's my super Dad...!!!
SUNDARI _ Istri ayahku..., hhhmmmm..., wanita yang menyayangi aku..., beliau paling ga bisa kalo diajak ngomongin soal ilmu apalagi teknologi..., beliau langsung mati gaya..hheee..., but She's really my sweetheart Mom..!!
“Pertemuan Pertama”
“Pertemuan Pertama”
(Asma)
“Untuk ketiga kalinya secara beruntun kampus kita memenangkan lomba nasional ini, dan dengan bangga atas prestasi tersebut marilah kita sambut juara nasional kita...., kepada Asma’ul Husna dimohon untuk naik ke atas mimbar”. Kemenangan lomba Nasional itu diumumkan di gedung utama fakultas Ekonomi.
Asma membagi kesan-kesannya sebelum dan setelah 2 kali menjuarai lomba Nasional ini meneruskan prestasi kakak tingkatnya. Asma merasa terhormat berdiri di atas mimbar dengan menyandang prstasi tersebut. Acara tersebut dilanjutkan dengan terpilihnya kembali Asma sebagai mahasiswa terbaik fakultas Ekonomi.
Masa perkuliahan telah berakhir, sebagian besar mahasiswa memutuskan untuk pulang ke kampung halaman mengisi libur yang cukup panjang bersama keluarganya. Begitu pula Asma, rasa rindu terhadap keluarganya di Madura akhir-akhir ini telah menggodanya untuk pulang.
Kepulangannya kali ini akan membawa hadiah spesial untuk keluarganya di Madura. Dengan kemenangan 2 lomba tingkat nasional di bidang ekonomi, dan terpilih sebagai mahasiswi terbaik Fakultas Ekonomi akan menjadi salah satu pengobat rindu bagi keluarganya, belum lagi hadiah lain yang dia beli dari hasil memenangkan beberapa lomba. Sebagai mahasiswi berprestasi Asma kini tak perlu meminta kiriman uang dari orangtuanya, tentu saja banyak tawaran beasiswa mengalir untuknya.
“Inilah duniaku”. Pikirnya meng-iyakan kebenaran ucapan ayahnya saat meminta Asma memendam mimpinya di kedokteran dan memilih Ekonomi Syari’ah IPB.
Mahasiswi yang masih di tingkat 2 IPB ini menjadi salah satu buah bibir di kalangan kampus. Asma menjadi terkenal di kalangan dosen dan mahasiswa di sana apalagi setelah menjuarai 2 lomba tingkat nasional tersebut.
“Asma, elo kemana aja gue cari dari tadi ga ketemu-ketemu..??”. Seorang mahasiswa menghampiri Asma yang sedang duduk di samping gedung.
(Asma)
“Untuk ketiga kalinya secara beruntun kampus kita memenangkan lomba nasional ini, dan dengan bangga atas prestasi tersebut marilah kita sambut juara nasional kita...., kepada Asma’ul Husna dimohon untuk naik ke atas mimbar”. Kemenangan lomba Nasional itu diumumkan di gedung utama fakultas Ekonomi.
Asma membagi kesan-kesannya sebelum dan setelah 2 kali menjuarai lomba Nasional ini meneruskan prestasi kakak tingkatnya. Asma merasa terhormat berdiri di atas mimbar dengan menyandang prstasi tersebut. Acara tersebut dilanjutkan dengan terpilihnya kembali Asma sebagai mahasiswa terbaik fakultas Ekonomi.
Masa perkuliahan telah berakhir, sebagian besar mahasiswa memutuskan untuk pulang ke kampung halaman mengisi libur yang cukup panjang bersama keluarganya. Begitu pula Asma, rasa rindu terhadap keluarganya di Madura akhir-akhir ini telah menggodanya untuk pulang.
Kepulangannya kali ini akan membawa hadiah spesial untuk keluarganya di Madura. Dengan kemenangan 2 lomba tingkat nasional di bidang ekonomi, dan terpilih sebagai mahasiswi terbaik Fakultas Ekonomi akan menjadi salah satu pengobat rindu bagi keluarganya, belum lagi hadiah lain yang dia beli dari hasil memenangkan beberapa lomba. Sebagai mahasiswi berprestasi Asma kini tak perlu meminta kiriman uang dari orangtuanya, tentu saja banyak tawaran beasiswa mengalir untuknya.
“Inilah duniaku”. Pikirnya meng-iyakan kebenaran ucapan ayahnya saat meminta Asma memendam mimpinya di kedokteran dan memilih Ekonomi Syari’ah IPB.
Mahasiswi yang masih di tingkat 2 IPB ini menjadi salah satu buah bibir di kalangan kampus. Asma menjadi terkenal di kalangan dosen dan mahasiswa di sana apalagi setelah menjuarai 2 lomba tingkat nasional tersebut.
“Asma, elo kemana aja gue cari dari tadi ga ketemu-ketemu..??”. Seorang mahasiswa menghampiri Asma yang sedang duduk di samping gedung.
Seperti Balon Itu
Seperti Balon Itu
Usia pernikahan kami telah memasuki tahun yang ke 10, bahtera pernikahan yang kudayung bersama suamiku sejak aku berusia 24 tahun ini telah dianugerahi buah hati yang sangat aku cintai. Mas Agung adalah seorang pegawai di salah satu bank di Surabaya. Masa perkenalan kami dulu hanyalah satu minggu karena kami sama-sama dijodohkan oleh orang tua kami, namun sejak saat itu pun aku sudah bisa menyukai dan mencintai mas Agung yang terlihat lembut dan penyabar, bahkan rasa kagumku padanya melebihi perasaan lain yang mencoba mendesakku.
Usia pernikahan kami telah memasuki tahun yang ke 10, bahtera pernikahan yang kudayung bersama suamiku sejak aku berusia 24 tahun ini telah dianugerahi buah hati yang sangat aku cintai. Mas Agung adalah seorang pegawai di salah satu bank di Surabaya. Masa perkenalan kami dulu hanyalah satu minggu karena kami sama-sama dijodohkan oleh orang tua kami, namun sejak saat itu pun aku sudah bisa menyukai dan mencintai mas Agung yang terlihat lembut dan penyabar, bahkan rasa kagumku padanya melebihi perasaan lain yang mencoba mendesakku.
U N T U K Y A N G S A K I T H A T I
U N T U K Y A N G S A K I T H A T I
Hal unik aku rasakan yang baru aku sadari dan mungkin belum teman-teman sadari pula bila kita memiliki perasaan suka pada seseorang seperti ada sesuatu yang mendesak membutuhkan oksigen di rongga dada kita sehingga tanpa kita sadari bila sedang menggebu-gebu memikirkan seseorang yang kita cintai aliran udara yang kita hirup akan melakukan proses pernafasan dada ‘bukan pernafasan perut’, rongga dada kita akan membusung melakukan sirkulasi udara untuk menyuplay desakan-desakan tersebut (mungkin juga ada teman-teman yang merasa begitu).
Bagai tertusuk duri bunga mawar yang indah. Sangatlah menyakitkan mencintai seseorang, tetapi tidak dicintai olehnya, bahkan bila kita masih saja berpikir kalau kita pantas dan dia suka pada kita. Pernah berharap kata-kata indah keluar dari pengucap orang yang kita cintai, namun dia serang dengan kata “KAMU MENJENGKELKAN.!” Saat itulah aku benar-benar merasakan betapa PERIH di dada ini, aku pun juga heran ternyata kata perih di dada yang biasa dituliskan di lirik lagu itu benar-benar terasa nyata. Rasanya seperti cubitan setan yang sangat perih dan ngilu terasa diantara tulang rusuk kanan dan kiriku., apakah sahabat juga pernah merasakan.?
Hal unik aku rasakan yang baru aku sadari dan mungkin belum teman-teman sadari pula bila kita memiliki perasaan suka pada seseorang seperti ada sesuatu yang mendesak membutuhkan oksigen di rongga dada kita sehingga tanpa kita sadari bila sedang menggebu-gebu memikirkan seseorang yang kita cintai aliran udara yang kita hirup akan melakukan proses pernafasan dada ‘bukan pernafasan perut’, rongga dada kita akan membusung melakukan sirkulasi udara untuk menyuplay desakan-desakan tersebut (mungkin juga ada teman-teman yang merasa begitu).
Bagai tertusuk duri bunga mawar yang indah. Sangatlah menyakitkan mencintai seseorang, tetapi tidak dicintai olehnya, bahkan bila kita masih saja berpikir kalau kita pantas dan dia suka pada kita. Pernah berharap kata-kata indah keluar dari pengucap orang yang kita cintai, namun dia serang dengan kata “KAMU MENJENGKELKAN.!” Saat itulah aku benar-benar merasakan betapa PERIH di dada ini, aku pun juga heran ternyata kata perih di dada yang biasa dituliskan di lirik lagu itu benar-benar terasa nyata. Rasanya seperti cubitan setan yang sangat perih dan ngilu terasa diantara tulang rusuk kanan dan kiriku., apakah sahabat juga pernah merasakan.?
“Rp.5000 SAJA”
“Rp.5000 SAJA”
Saat itu Nizam baru pulang dari kantor, jam sudah menunjukkan pukul 5 lebih.., dia pun dengan terburu-buru mengendarai sepeda motor untuk segera membaringkan tubuhnya di atas kasur setelah seharian berhadapan dengan ribuan elektron yang terpancar dari layar komputer. Apalagi dia sedang gajian., banyak yang telah direncanakan oleh bujangan ini.
“SIAL..!” Dia mengumpat setelah beberapa saat kemudian ban belakang sepeda motor yang dia kendarai bocor. Tak ada jalan lain dia pun mendorong motornya, matanya pun kini setajam elang melirik kanan kiri berharap mendapatkan tulisan “Tambal Ban” di sepanjang jalan yang cukup sepi itu. Tanpa sadar selembar uang keluar dari saku kemejanya dan melayang terbawa angin. Dengan tanpa ada niatan berhenti untuk mengambil uang yang terjatuh tak jauh darinya itu Nizam terus mendorong sepeda motor karena uang tersebut hanyalah senilai Rp.5000,- sisa membeli minuman tadi siang di kantin.
Saat itu Nizam baru pulang dari kantor, jam sudah menunjukkan pukul 5 lebih.., dia pun dengan terburu-buru mengendarai sepeda motor untuk segera membaringkan tubuhnya di atas kasur setelah seharian berhadapan dengan ribuan elektron yang terpancar dari layar komputer. Apalagi dia sedang gajian., banyak yang telah direncanakan oleh bujangan ini.
“SIAL..!” Dia mengumpat setelah beberapa saat kemudian ban belakang sepeda motor yang dia kendarai bocor. Tak ada jalan lain dia pun mendorong motornya, matanya pun kini setajam elang melirik kanan kiri berharap mendapatkan tulisan “Tambal Ban” di sepanjang jalan yang cukup sepi itu. Tanpa sadar selembar uang keluar dari saku kemejanya dan melayang terbawa angin. Dengan tanpa ada niatan berhenti untuk mengambil uang yang terjatuh tak jauh darinya itu Nizam terus mendorong sepeda motor karena uang tersebut hanyalah senilai Rp.5000,- sisa membeli minuman tadi siang di kantin.
Langganan:
Postingan (Atom)