Hello Thursday,
Waduhhh tiba-tiba kambuh nihhh kemaren pengen jalan-jalan dan maen game di mall gara-gara hari sebelumnya digodain sama teman saya Presda yang katanya main game di timezone itu asyik pake beuudd. Apa daya tak tahan dengan tuntutan rasa ingin ini, saya pun berangkat bersama teman-teman saya, si Badrun dan mbak Mila. Akhirnya sampailah di MATOS, dan tau apa yang kita lakukan setelah sampai di timezone..? yaaa kita hanya terpelongo melihat beberapa anak kecil yang dengan wezzz wezzz nya mengutak atik setiap tombol game dan kita pun kikuk karena tidak tahu bagaimana cara bermainnya..heee.., akhirnya tujuan utama pun hancur, kita tidak jadi main game dan balik kanan menuju Gramedia.
Saya itu kalo ke gramedia tidak pernah berniat untuk membeli buku, melainkan Cuma menbaca dan mengoleksi kalimat-kalimat aduhai yang ada di balik cover belakang buku-buku itu dan dengan kalimat itu pun saya simpulkan sendiri seperti apa isi buku itu.
Sudah cukup kawan ngalur ngidulnya.., akhirnya pada malam itu saya terdampar pada sebuah judul Novel “Nak, Panggil Aku Ayah”. Entah kenapa setelah melihat judul Novel itu saya jadi teringat Bapak saya, teringat betapa aku sering mengabaikan, menyiakan ucapan dan kasih sayangnya.
Pada rangkuman Novel itu juga terdapat kalimat yang membuat hati ini tergugah, serangkaian kalimat itu diakhiri dengan “...Aku memang sudah seperti ini, tapi aku ini Ayahmu Nak”.
Kalimat-kalimat itu membuat hati ini tergugah, mencoba untuk mengintrospeksi diri apa yang telah kita berikan pada orangtua kita, semakin besar tubuh ini, semakin berusia badan ini, semakin mandiri keadaan ini, dan semakin berilmu pikiran ini semestinya janganlah seolah merasa menjadi angin yang sementara menganggap orangtua kita sebagai daun kering yang begitu mudahnya untuk dihembuskan.
Astaghfirullah, cobalah untuk tidak merasa lebih banyak tahu dalam segala hal dan menganggap remeh orangtua kita terutama pada hal yang tidak beliau pahami, mungkin suatu saat orangtua kita banyak bertanya hal sepele yang tidak mereka tahu, mungkin mereka ingin belajar tentang teknologi seperti internet dan sebagainya, atau suatu saat mencoba untuk lebih dalam ikut campur dengan masalah kita, dan sebagainya dan apa yang kita jawab “Ahhh, ayah gitu aja ga bisa, Bodohhhh..” atau “Ayahh, saya sudah besar sudah bisa mengatur sendiri jangan terlalu ikut campur kenapa sihhh”, sementara sebagai perbandingannya teringat dahulu ketika kita kecil beliau dengan sabar bersama ibu mengajari kita berhitung, mengenal ini itu dan sebagainya, sadarkah ketika kalian kecil saat kalian sakit betapa manjanya kalian kepada mereka, betapa kalian merengek meminta untuk ditemani, betapa kita menyita hati mereka untuk ikut dalam penderitaan sakit kita. Astaghfirullah, betapa berdosa diri ini.
Kawan cobalah untuk bertanya pada diri sendiri, berapa banyak waktumu untuk memikirkan kuliah, berapa banyak waktumu untuk memikirkan tugas, berapa waktumu untuk memikirkan pekerjaan, berapa banyak waktumu untuk memikirkan teman, berapa banyak waktumu untuk memikirkan pacar, berapa banyak waktumu untuk menempatkan dirimu dalam kegalauan hati, berapa banyak waktumu untuk memikirkan kapan aku dapat jodoh, kapan aku menikah, dan berapa besar penyesalanmu karena kehilangan pacar, serta berapa liter air mata yang telah kau tumpahkan untuk masalahmu dan untuk penyesalan itu..? coba kawan, kita pikirkan. kawan, setidaknya kita bertanya pada diri kita, berapa banyak kau sisihkan waktu untuk memikirkan dan menyenangkan orangtuamu..?, apakah kau menunggu penyesalan itu datang ketika kerabatmu menelpon dan berkata “Nak segera pulang, Ayahmu meninggal dunia, sudah sejak seminggu yang lalu beliau sakit dan tak ingin mengabarimu karena tak mau mengganggu kesibukanmu”..,
Kawan, apakah kalian sudah memastikan orangtua kalian baik-baik saja ataukah kita mengabaikan semua itu demi mimpi kita yang lain, sementara mereka mengisi hari-hari dengan lambaian rindu kepada kita. Mereka memanglah seperti sekarang ini, tapi mereka orangtua kita yang tidak perlu kita tanya seberapa sayang mereka pada kita. Kita hebat, kita kuat, karena mereka hebat, mereka kuat.
Kawan, coba dengarkan lagu Ebiet G AD "Titip Rindu Buat Ayah" untuk menggugah hati kita lebih dalam
Terimakasih telah menyimak, terimakasih pula buat penulis Novel “Nak, Panggil Aku Ayah” telah mampu menggugah hati ini meski hanya lewat butiran kalimat...
Salam tenagaHATI buat pembaca.. semoga bermanfaat.
4 komentar:
Ayah, nta ecceeh :-D
Tahuu benn, paya rehh,,...
tdi pagi udah baca bacaan yang isinya ayah, dan siang ini baca tentang ayah juga.. hmm..
ayahhhhh.. dengarkanlah aku ingin berjanji, walau airmata dipipiku *gatau nyanyi apa itu. hehe.. ingat selalu kebaikan orang tua :)
heeee.., dan yg pling penting InsyaAllah nanti kita akan jadi ayahh..., be the best father.. :)
Posting Komentar