Beberapa bulan yang lalu saya
mengunjungi rumah salah satu sesepuh dalam keluarga saya. Sebut saja namanya
MURI, tentu saja bukan rekor MURI. Pak sabhik begitulah beliau biasa dipanggil
oleh orang-orang di kampung saya. Setiap saya pulang kampung saya mesti
mengunjungi rumah beliau, dan tidak hanya sekedar berkunjung karena setiap kali
ke sana saya pasti mendapatkan ilmu yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya.
Bukanlah tentang ilmu berhitung, ataupun pengetahuan, apalagi teknologi,
melainkan ilmu dalam menatap masa depan saya untuk menjalani kehidupan, kali
ini temanya berkeluarga.
Memang setiap kali saya ke sana hanya menjadi pendengar yang baik dari dongeng-dongeng historis yang beliau ucap, langsung saja inilah kisah beliau yang saya beri judul “Suami untuk istriku dan Ayah untuk anakku”,
“Dulu, selain menjadi seorang petani saya
juga mencari nafkah dengan mengayuh becak setiap hari, belasan kilometer
mengayuh becak untuk mencari dan mengantarkan penumpang demi mendapatkan apa
yang saya inginkan, yaitu Uang. Kadang saat terik siang, kadang pula saat sore
menjelang saya putuskan untuk tidak berburu penumpang lagi karena keluarga lebih membutuhkan saya daripada apa
yang akan saya bawa untuk mereka.
Salah satu hal
yang selalu saya lakukan dan membuat orang lain berpikiran tidak baik pada
saya, terutama teman-teman saya (sesama pengayuh becak) adalah karena saat
pulang dari mengayuh becak lantas tidak langsung menuju rumah melainkan menuju
ke suatu warung kopi. orang-orang berpikiran negatif terhadap saya karena yang
punya warung kopi itu adalah seorang wanita muda yang cantik kala itu, saya pun
cukup akrab dengan wanita itu (karena setiap hari mesti mampir di tempat itu),
jadi beberapa teman mengira saya selingkuh dengan wanita itu dengan memberi
nafkah setiap hari dari hasil berburu penumpang becak.
Hampir setiap hari
teman-teman mengatakan hal itu, namun saya cukup menjawab dengan kata “ahh itu
tidak benar”
Tiba-tiba beliau bertanya padaku.
“Kira-kira menurutmu apa yang saya
lakukan di warung itu dan apa tujuan saya..?”
Aku pun menjawab dengan singkat “Tidak tau”
Beliau pun kembali meneruskan
ceritanya.
“Berkeluarga itu ada strateginya, tidak
hanya seenaknya saja kita menjalani. Saya adalah manusia biasa nak, saya juga
bisa merasa lelah, bayangkan belasan bahkan puluhan kilometer saya mengayuh
becak di siang yang terik, betapa saya sangat lelah saat pulang. Saya pun
menyadari akan diri saya yang sangat emosional, oleh karena itu saya memilih untuk
selalu menuju warung itu setiap hari. Bukan untuk bertemu dengan Fatimah si
penjaga warung, tapi untuk menghilangkan lelahku seharian mengayuh becak.
Yang ada dalam pikiran saya adalah bila saya
pulang saat letih dan lesu maka emosi saya akan meningkat dan apabila di rumah melihat
anak saya menangis maka bukan datang menghampiri untuk menenangkan dan
menggendongnya melainkan semakin memarahinya, begitu pula istri saya pasti akan
mendapat murka dari saya. Berbeda bila saya pulang dalam keadaan sudah tidak
lesu dan letih lagi, pikiran sudah tenang dan emosi stabil, maka saat melihat
anak menangis saya akan segera menggendongnya dan mendiamkan tangisannya. Dan
saat semua kasih sayang berupa ucapan dan sentuhan penuh kasih itu dirasakan
oleh anak dan istri saya maka tercapailah tujuan berkeluarga., sangat sederhana
memang, namun dalam berkeluarga memang perlu strategi dan kita harus
memilikinya.
Begitulah isi kisah singkat yang
saya dengar, Semoga bermanfaat. Amin
4 komentar:
Gik persepperan gitu rah mong?
Kerja ya kerja, mole ya mole.. haha
awesome sekali mas fufu...heehee
Mong_Yaaa.., smw punya porsi n sifat msing2 yg mgkn brbeda.., just do the best..
Mellooww_hahaha.., muucihh eaaa kumennya...
JOIN NOW !!!
Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.com
Posting Komentar