Hari itu, tiba saatnya dia menghirup udara kebebasan. Anak yang kini berusia 11
tahun ini kembali bisa menatap hidup yang lebih baik setelah selama 2 tahun
berada di penjara. Matanya kembali bersinar, semangatnya pun telah kembali.
Ibrahim adalah anak satu-satunya dari sebuah keluarga
sederhana yang tinggal di pemukiman hulu sungai atau lebih tepatnya pinggiran
kali jakarta. Rumah serba sederhana yang mereka tempati itu juga masih
berstatus kontrak. Ayahnya adalah seorang penjual sayur keliling, dengan
membawa gerobak dagangan ayah Ibrahim membawa sayur mengelilingi pemukiman,
biasanya setiap hari libur ibrahim ikut berkeliling menawarkan sayuran sambil
memunguti rongsokan-rongsokan yang dia lihat sepanjang jalan.
Suatu hari, saat Ibrahim pulang dari sekolah, dia mendapati
kerumunan orang di rumahnya. Sesampai di dalam rumah dia melihat Ayah yang
sangat dia cintai telah tewas dengan berlumuran darah dan luka bekas tusukan di
bagian dada. Air mata deras mengucur dari matanya. Akhirnya Ibrahim tahu kalau
ayahnya meninggal karena dibunuh oleh si tuan tanah (preman) pemukiman itu
karena menolak untuk membayar kontrakan dan uang keamanan yang terlalu tinggi.
Seketika itu pula Ibrahim pergi meninggalkan kerumunan. Tak ada yang mengkhawatirkannya
karena semua perhatian terpusat pada jenazah Ayah Ibrahim. Ia berlari
sekencang-kencangnya. Ternyata, Ibrahim kecil pergi ke tempat preman itu dengan
membawa sebilah pisau dapur di tangannya..
“Siapa
yang telah membunuh Ayahku, Tamran..?”. Teriak Ibrahim dengan nafas yang
ngos-ngosan dan emosi yang berada di ujung pisau yang dia sembunyikan di
belakang tubuhnya itu. Tamran adalah nama seorang boss preman di daerah itu.
“Hahahaa..,
dasar bocah miskin ingusan.., Aku yang membunuhnya.., mau apa kau kesini..?”.
kata tamran sambil keluar dari rumah bersama 2 anak buahnya.
“Aku
mau membunuhmu bangsat, anjing”.
“Hahahahahahahahaaa..”.
Preman itu tertawa saling melihat kepada rekannya menertawai Ibrahim.
Seketika
itu juga Ibrahim berlari ke arah preman itu dan langsung menusukkan pisau tepat
ke bagian jantungnya. Setelah itu Ibrahim lari. Sementara pendarahan besar yang
dialami preman itu pun tak terselamatkan, preman itu meninggal kala itu juga.
Itulah
awal dimana ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ibrahim kecil pun
digiring oleh polisi ke penjara dengan mata masih bengkak sambil sesenggukan
setelah pemakaman ayahnya. L
Hari
pertama, kedua, ketiga, dan beberapa hari selanjutnya Ibrahim sering terlihat
menyendiri dan terkadang menangis dalam kesendiriannya. Dari balik jeruji yang
dingin dia menangisi ibunya yang dia tinggalkan sendiri tanpa seorang pun
menemani setelah sepeninggal ayahnya. “Apa yang dilakukan ibu disaat-saat
seperti ini”. Gumamnya dalam hati.
Ibrahim
merupakan anak yang cerdas dan cukup berprestasi di sekolah. Anak tukang sayur
ini merupakan juara kelas, ia juga pernah menjuarai lomba pidato, lomba
mengarang, lomba matematika, dan lomba cerdas cermat di sekolahnya. Anak yang
sangat suka membaca ini sangat dibanggakan orangtuanya namun kini harus merana
di penjara.
Tiga
bulan berselang. Anak kecil yang cerdas ini merencanakan untuk kabur dari
penjara. Misi Escape bagian I,
sungguh sebuah rencana yang tidak diduga. Sore hari Ibrahim menyapu seluruh
bagian taman LP dan mengumpulkan sampah berupa daun-daun kering dalam sebuah
Sak berukuran sedang. Dini hari tepat sebelum subuh dan tak ada orang lain yang
terjaga Ibrahim pun masuk ke dalam sak berisi dedaunan tadi dan dengan
cerdasnya masuk ke dalam bak sampah besar bersama karung-karung sampah yang
lain. Anak kecil ini rela berkumpul dengan sampah-sampah itu untuk keluar dari
penjara ini. Saatnya tiba, setelah kumandang subuh bersenandung truk-truk
pengangkut sampah pun datang dan tanpa disadari oleh petugas Ibrahim sudah
berada di dalam truk sampah. Dia berhasil keluar dari penjara. 1-0 untuk
Ibrahim. Namun, diapun kembali tertangkap oleh petugas lapas pada siang harinya
ketika sedang membawa 2 bungkus makanan di tangannya di sebuah pasar di bekasi.
Ia kembali ke lapas..!!
Satu
bulan berselang. Misi Escape Bagian II.
Rencana ini telah dia lakukan sejak beberapa hari selang tertangkapnya kembali
ia oleh petugas. Di penjara setiap selang sehari para narapidana mendapatkan
jatah makan kecil yang sudah terjadwal yaitu tape. Namun, setiap mendapatkan
jatah tape Ibrahim tidak memakannya, bahkan ia masih berkeliling tanpa sungkan
meminta tape kepada narapidana yang bosan dengan jatah itu. Ia kumpulkan tape
satu demi satu untuk melancarkan misinya. Bocah cerdas ini pernah membaca dalam
sebuah buku tentang “fermentasi” yang mampu melunakkan dan melepuhkan benda
keras sekalipun, contohnya ketela yang difermentasi hingga lunak menjadi tape.
Ia pikir ini juga berlaku pada tembok yang sudah cukup tua di selnya yang gelap.
Setiap selang sehari Ibrahim menempelkan tape-tape yang lunak itu pada tembok.
Tidak lupa sebelumnya dia menambahkan air garam pada tape itu sebelum
ditempelkan ke tembok. Dari mana dia mendapatkan garam..? Setiap hari ia
meminta tambahan garam kepada penjaga kantin penjara dengan alasan makanannya
kurang asin. Setiap hari Ibrahim mengukir-ukir tembok itu dengan kayu seraya
mencoba menjebol. Akhirnya kesabaran dan kecerdasannya membuahkan hasil.
Setelah sebulan lamanya tembok yang memang sudah tua itu berhasil dijebol pas
seukuran tubuh anak kecil ini. Yaa.., Ibrahim berhasil kabur dengan sedikit
luka goresan di punggungnya..!! 2-0 untuk Ibrahim. Namun, kembali petugas
menangkapnya lagi-lagi di daerah bekasi saat terlihat membawa keranjang
berisikan sayuran di tangannya.
Selang
2 bulan, Suatu pagi petugas sipir penjara lagi-lagi kecolongan, hari itu
tiba-tiba Ibrahim tidak ada di dalam selnya. Karena telah berulang kali Ibrahim
berhasil meloloskan diri, Ibu Rida yang tidak lain adalah kepala penjara
menginstruksikan para sipir penjara untuk mencari Ibrahim di sekitar pasar di
Bekasi, Ibu Rida hanya ingin memastikan dimana Ibrahim berada dan tidak meminta
untuk kembali membawa ibrahim ke dalam sel. Dia ingin tahu apa yang dilakukan
Ibrahim hingga nekat berkali-kali kabur dari penjara.
Benar
saja dugaan Ibu Rida, Petugas sipir penjara menemukan Ibrahim lagi-lagi berada
di sekitar pasar di Bekasi sedang berjalan tertawa girang bergandengan tangan
dengan ibunya sambil membawa seikat sayur. Para petugas sipir yang menemukan
Ibrahim pun melapor pada Ibu Rida, selanjutnya Ibu Rida meminta para sipir
penjara untuk tetap membiarkan Ibrahim dan menunggu hingga seminggu.
Belum
juga satu minggu, tiga hari berselang Ibrahim kembali ke penjara dimana dia
dihukum. Dia berjalan masuk ke dalam penjara seakan bukan seorang napi yang
melarikan diri, tanpa merasa takut. Saat tiba di sana, Ibrahim langsung menuju
ruang Kepala Penjara, dengan muka tetap tersenyum namun penuh maaf Ibrahim
memberikan sebuah surat untuk Ibu Kepala penjara. Ibrahim pun keluar dan
membiarkan Ibu Rida membaca isi surat yang dia tulis.
”Maafkan saya Bu, maafkan Ibrahim menjadi tahanan yang tidak patuh dan selalu
mencoba untuk kabur dari penjara ini. Ibrahim rindu kepada Ibu Ibrahim yang
sekarang tinggal sendiri di luar sana. Ibrahim tidak punya siapa-siapa lagi
selain Ibu. Setiap hari di dalam penjara ini Ibrahim selalu membayangkan
keadaan ibu dan Ibrahim tidak bisa menahan perasaan itu karena tidak ada yang
lebih besar dari rasa inginku bertemu Ibu. Ibrahim hanya ingin memastikan
bagaimana keadaan ibu, bagaimana rasanya untuk semalam saja kembali pada
pelukan ibu saat tertidur, saat ubun-ubun Ibrahim diusap oleh ibu, saat bokong
ibrahim ditepuk-tepuk oleh ibu agar cepat tidur, saat kami berbagi satu selimut
untuk berdua, saat kami mendengarkan suara tikus di atas langit-langit sebelum
tidur, dan saat kami membicarakan ayah yang bekerja tidak kenal lelah. Selama 3
hari kabur, sehari-hari Ibrahim selalu habiskan waktu untuk bersama Ibu, tapi
sekarang Ibu Kepala tidak perlu khawatir lagi, Ibrahim tidak akan pernah kabur
lagi dari penjara ini karena Ibu Ibrahim melarang keras Ibrahim untuk kabur
lagi dan Ibu telah berjanji akan menjemput Ibrahim pada waktu Ibrahim telah
bebas nanti pada tanggal 28 Agustus 2005. Benar kan Buu, Ibrahim bebas pada
tanggal itu..? satu lagi, ada salam dan ucapan terimakasih dari Ibu saya untuk
Ibu kepala”
Saat membaca tulisan
Ibrahim, beberapa tetes air mata Ibu Rida membasahi coretan kasih sayang yang
diselimuti rasa rindu itu. Ingin rasanya beliau membebaskan ibrahim, namun
hukum tetap harus ditegakkan.
Beberapa bulan berlalu, hingga tiba pada 28 Agustus 2005.
Hari dimana Ibrahim bisa kembali berjumpa Ibunya secara langsung. Sehari
sebelumnya Ibrahim memotong rambut gondrongnya hingga kini tampak rapi. Dia
ingin tampak segar dan bersemangat di depan Ibu yang akan menjempunya.
28
Agustus 2005, jam 11:00 siang. Petugas memberitahu Ibrahim bahwa ada seorang
wanita paruh baya yang telah menjemputnya di depan. Segera Ibrahim bersiap agar
tampak rapi dan segar di depan Ibunya, segera pula ia mengambil sebuah kertas
yang dia tempelkan di tembok ruang tahanannya. Di kertas itu terdapat gambar
kedua orangtuanya yang sudah mulai luntur warnanya karena hanya berupa hasil
print out biasa yang dia cetak ke rental komputer saat kabur dari penjara,
sebuah gambar yang Ibrahim jadikan pelampiasan untuk meleburkan rasa rindu yang
memuncaki rinjaninya di dalam penjara.
Ibrahim
berlari menuju ruang tunggu dengan membawa kertas tadi dihiasi senyum bahagia
dan hati yang didiami rasa rindu akan Ibunya, seketika Ibrahim meronakan raut
wajah kecewa karena tidak mendapati Ibunya, hatinya ingin sekali menangis saat
itu, air mata pun mengintip di balik kelopak sayunya. Dia hanya melihat seorang
wanita paruh baya yang tidak juga dia kenal tersenyum padanya.
“Nak
Ibrahim, saya diminta Ibu Zulaika untuk menjemputmu”. Kata wanita itu sambil
tersenyum.
“Ibu
siapa..? dan dimana Ibu Ibrahim..?”. tanggap Ibrahim kebingungan.
“Saya
Fatima. Mari nak saya antarkan kamu ke tempat ibumu”. Jawab wanita itu.
Ibrahim,
Hatinya masih menggantungkan rasa rindu pada ibunya, sementara kecewa yang dia
rasakan kini mulai diliputi rasa cemas.
Ibrahim
berpamitan pada petugas penjara dan Ibu kepala penjara yang ada di sana.
Ibrahim ikut bersama Ny. Fatima yang akan mengantarkan ke tempat ibunya.
Ny.
Fatima membawa Ibrahim pada sebuah daerah di sekitar bekasi namun bukan menuju
komplek perumahan melainkan sebuah tempat pemakaman umum. Saat memasuki tempat
itu dan melewati beberapa kuburan, air mata Ibrahim tidak dapat terbendung
lagi, dia pun mulai sesenggukan dengan mata yang mencucurkan air mata
kesedihan, hal itu karena ibrahim mulai berpikir bahwa hal buruk telah terjadi
pada ibunya yang tercinta.
Hingga
Ny. Fatima berhenti tepat di depan sebuah kuburan yang sudah cukup lama dengan
bernisankan kayu dan bertuliskan “ZULAIKA BINTI SAID *** LAHIR: 17 MARET 1964 –
WAFAT: 19 September 2005”
Itu
adalah makam Ibu Zulaika, Ibu Ibrahim yang meninggal karena sakit keras dan
serangan jantung tepat sehari setelah beliau meminta Ibrahim untuk kembali ke
penjara dan untuk tidak kabur-kabur lagi dari sana.
Sementara
itu Ibrahim langsung bersimpuh di makam ibunya sambil menangis sesenggukan
tanpa mengeluarkan air mata yang sudah kering. Di tangannya masih terdapat
gambar kusam kedua orangtuanya. Tangisnya mengisyaratkan rindu dengan tangan
yang gemetar sambil menekan tanah kubur Ibunya. Ibrahim diselimuti duka.
3 komentar:
ini kamu yang buat? tragis banget ceritanya. bagus nih led. bakat nulis nih. kalo di kirim ke lomba nulis cerpen InsyaAllah juara hehe
Hahahaaa.., iya..., dlu ikut dan gagal dan males ikut lagi..haaa.., trnyata bnyak pnulis yg istimewa di luar sana..hahaha
Ini cerita yg sangat mengesankan...,
Mantap!!
Posting Komentar